Minggu, 25 Oktober 2009

Renungan Fajar

Rembulan mungkin mulai enggan terpajang di langit senja
bintang gemintang juga turut meredupkan cahaya
sedang manusia masih lelap dalam tidurnya
hanya sejuk angin pagi yang menyelimuti
serta sekawanan makhluk penyongsong hari
ramai bersahutan kian kemari
beradu irama dengan tabuh yang berbunyi
rupanya gelap akan sirna, berganti terang yang tiba.
Hari itu selasa, 16 sya'ban 1405 H, 25 tahun lalu...
tepat dua minggu sebelum tiba bulan nan suci
atau satu hari saja setelah al aqsa manjadi acu
pada 1397 tahun yang lalu
aku menunai janji, sebuah ikrar hidup-mati
dalam taat mengabdi Ilahi
pertama kalinya ku bersuara hari itu
Lalu, denting usia terus saja bergulir
perlahan layaknya angin semilir
membawa kemana saja kaki ingin mengalir
memahatkan kisah yang kelak menjadi sejarah terukir
begitu indahnya dalam sebuah pigura pikir

Bukan main luarbiasanya hari
seperempat abad sudah aku menginjak bumi
bukankah waktu yang sebentar ini
melainkan aku telah merugi
terdiam membatu ku meratapi
kemana saja jejak-jejak kulalui
sudah benarkah arahku melintasi
ataukah tersesat dalam lembah nista duniawi
tetapi satu yang pasti
hujan pun tak mampu menghapusi
jejak yang aku napak tilasi
semua terekam jelas dalam catatan amali

Dan, kini perjalanan masuki puncak yang kian mendebarkan
pusaran waktu akan mengantarku di masa depan
seperti apa aku dikenal kehidupan
sebelum tiba di gerbang waktu yang mengakhirkan
Pikirku sederhana saja...
aku ingin menjadi Putra Sang Fajar
sebagaimana ku dipanggil wajar
ku ingin terbangun disaat semua memejam mata
terbuai mimpi hingga mentari nyalakan pijar
ku ingin tegak berdiri dengan gagahnya
tatkala manusia lari menjerit bangunkan bingar


Bumi Allah, 16 sya'ban 1430 H
[fe.saputra_vii(R)]

0 comments: